maritimdotid@gmail.com
ASPEKSINDO

Warga Desa Bila Riase Sidrap Upacara Bendera Peringati Hari Kemerdekaan di Sungai Bila

$rows[judul] Foto: Warga Desa Bila Riase di Sidrap peringati upacara bendera HUT RI di Sungai Bila yang terdampak efek negatif pertambangan. (Istimewa)

Sidenreng Rappang - Puluhan warga desa Bila Riase di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel) memperingati hari kemerdekaan dengan upacara bendera di Sungai Bila, Sabtu (17/8/2024). Selain perayaan, upacara itu juga diklaim sebagai simbol perjuangan dan perlawanan terhadap para penambang yang telah merusak ekosistem sungai.

Setidaknya, upacara bendera itu melibatkan puluhan masyarakat setempat. Inisiator acara, Andi Tenri Sangka yang juga Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila mengungkapkan perlawanan mereka terhadap para penambang yang merusak ekosistem sungai telah berlangsung lama.

“Jadi (kami berjuang) sejak tahun 2017, itu puncak-puncaknya kami memperjuangkan lingkungan bersama teman-teman WALHI Sulsel, jadi nafas perjuangan kami memang ada di situ (Sungai Bila),” ujar Andi Tenri Sangka yang akrab disapa Pung Kengkeng.

“Yang ikut tadi ini dadakan, jadi yang ikut hanya masyarakat yang tinggal di sekitar sungai bila yang terdampak langsung oleh aktivitas penambangan,” tambah dia.

Selain itu, ia juga menyebut upacara peringatan kemerdekaan itu bertujuan untuk memberi sinyal kepada semua pihak bahwa gerakan mereka masih eksis hingga hari ini.

“Kami sampaikan bahwa ini adalah pesan bagi orang-orang, kami tetap eksis dalam perjuangan,” ujar Pung Kengkeng.

Pung Kengkeng lalu bercerita soal perjuangan mereka melawan penambang yang telah berlangsung lama. Ia mengaku tidak akan berhenti sebelum aktivitas penambangan di Sungai Bila belum dihentikan.

“Selain memperingati kemerdekaan Indonesia, kami juga memperingati tujuh tahun perjuangan kami menyuarakan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan,” tutur dia.

Karena itu, ia berharap kepada para nelayan dan petani agar berkontribusi dalam pelestarian lingkungan. Termasuk juga perlunya campur tangan pemerintah dalam membatasi aktivitas penambangan yang berpotensi menghancurkan ekosistem sungai.

Pung Kengkeng khawatir jika Sungai Bila nantinya hanya tinggal cerita.

“Harapan saya dan harapan masyarakat di sana, terutama nelayan dan para petani supaya sungai ini tetap terus dijaga dan dilestarikan, termasuk biota yang ada di sungai. Orang dulu menganggap Sungai Bila adalah urat nadi kehidupan masyarakat di sini. Anak-anak juga bebas bermain di sungai tanpa ada kekhawatiran orang tua,” tandas dia.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)