Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi isu yang berkembang terkait penundaan jadwal Pilkada serentak 2024. MK secara tegas menyebut pelaksanaan Pilkada di bulan November mendatang harus dilaksanakan sesuai amanat Undang-Undang Pilkada.
Pernyataan itu tercantum dalam pertimbangan putusan perkara nomor 12/PUU-XXII/2024. Pernyataan itu disebutkan MK pada bagian pertimbangan.
"Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada Serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai," kata Hakim MK Daniel Yusminc P. Foekh, saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, jakarta, pada Kamis, (29/2/2024).
Ia menambahkan, pengubahan jadwal sebagaimana dimaksud tentu berimbas pada konstitusionalitas. "artinya, mengubah jadwal yang dimaksud akan dapat mengganggu dan mengancam konstitusional penyelenggaraan pilkada serentak," imbuhnya.
Penegasan lainnya dari MK juga ditujukan kepada caleg terpilih pemilu 2024 yang hendak mencalonkan lagi sebagai kepala daerah. MK akan memerintahkan KPU untuk mengeliminasi calon kepala daerah yang tak mundur dari jabatannya di legislatif.
Perkara nomor 12/PUU-XXII/2024 menyoal keikusertaan politisi dalam Pemilu 2024 sekaligus Pilkada 2024. Permohonan itu diajukan oleh mahasiswa dari Universitas Indonesia, yakni Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan.
Tuntutan kedua mahasiswa ini adalah MK memerintahkan caleg terpilih untuk mundur jika ingin maju Pilkada 2024. Meskipun MK menolak pokok permohonan gugatan tersebut, namun Mahkamah mencantumkan sejumlah pertimbangan.
Sebelumnya, pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Belakangan, muncul opsi untuk memajukan hajatan politik itu.
Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan mengantisipasi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025. Sebab, kata Tito, ada ratusan posisi kepala daerah yang masa jabatannya akan berakhir pada 31 Desember 2024.
"Berdasarkan data tersebut, maka terdapat potensi akan terjadi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025. Jika ini terjadi, maka pada 1 Januari 2025 terdapat 545 daerah yang tidak memiliki kepala daerah definitif," ucap Tito di Rapat Kerja bersama komisi II di Kompleks Parlemen, (20/9/2023), tahun lalu.
Tulis Komentar