Makassar - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Solidaritas Mahasiswa dan Pelajar Peduli Rakyat Papua (FSMP-PRP) menyuarakan penolakan terhadap program transmigrasi yang direncanakan pemerintah. FSMP-PRP melakukan aksi damai di depan Kantor DPRD Sulsel, Jumat, (15/11/2024).
Harapannya, legislator Sulsel menerima penolakan mereka dan diteruskan ke pemerintah pusat, khususnya kepada Presiden Prabowo Subianto. Bagi FSMP-PRP, program transmigrasi di tanah papua adalah ancaman bagi eksistensi warga asli.
“Program tersebut berbahaya terhadap keberlangsungan hidup masyarakat adat di Papua, serta dampaknya pada ekosistem Papua yang kaya dan unik,” kata Efer, mengutip selebaran FSMP-PRP yang diterima Maritim.news, Sabtu (16/11).
FSMP-PRP Nilai Program Transmigrasi Berbahaya
Menurut Efer, program transmigrasi ke Tanah Papua turut membawa ancaman, khususnya bagi masyarakat adat, lingkungan dan keberlangsungan budaya setempat. Kehadiran pendatang dalam jumlah besar, kata dia, berpotensi meminggirkan masyarakat asli Papua dari tanah adat mereka.
“Selama ini, tanah adat menjadi sumber kehidupan dan identitas budaya. Dengan dominasi pendatang, masyarakat adat dikhawatirkan kehilangan akses terhadap sumber daya alam, tanah, dan hak-hak tradisionalnya. Ancaman nyatanya berupa genosida budaya serta marginalisasi ekonomi dan sosial,” terang Efer.
Kekhawatiran lain, menurut Efer, transmigrasi berpotensi memicu dominasi politik dan ekonomi oleh para migran. Sebab, selama ini, kata dia, pembukaan lapangan kerja melalui proyek strategis seperti food estate cenderung lebih banyak menyerap orang luar Papua.
“Pekerja didominasi migran, sementara masyarakat asli Papua semakin terpinggirkan dari peran-peran penting dalam ekonomi lokal. Jika demikian, akan terjadi ketimpangan yang semakin menggerus hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya,” tegas dia.
Disisi lain, FPSM-PRP juga khawatir kondisi lingkungan di tanah Papua bakal terancam. Sebab, proyek transmigrasi, kata efer, sering kali disertai dengan pembangunan infrastruktur besar-besaran yang mengancam ekosistem.
“Habitat flora dan fauna unik seperti burung cendrawasih dan kasuari pasti terancam. Hutan-hutan yang menjadi paru-paru dunia semakin menipis akibat alih fungsi lahan, eksploitasi SDA, serta pembukaan wilayah baru untuk proyek strategis. Dampaknya bukan hanya bagi orang papua, juga ancaman global terhadap keberlanjutan ekosistem dunia,” papar Efer.
Karena itu, FSMP-PRP dalam tuntutan mereka, secara tegas menolak rencana program itu. Hal lainnya adalah penolakan terhadap rencana PSN yang merusak lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat adat.
Mereka juga meminta agar seluruh militer organik dan non-organik di tanah Papua segera ditarik. Lalu, pemerintah harus mengakui dan melindungi hak atas tanah adat masyarakat Papua.
Diketahui, mereka awalnya berkumpul di Fly Over pada pukul 12.30 WITA. 30 menit kemudian, mereka bergerak menuju titik aksi, tepatnya di depan Gedung Kantor DPRD Sulsel.
Massa aksi membentangkan sejumlah spanduk dan poster berisi penolakan terhadap kebijakan transmigrasi dan PSN di Papua. Massa aksi lalu menyampaikan orasi secara bergantian.
Pada dasarnya, mereka tak terima dengan rencana pemerintah itu. Sehingga, FSMP-PRP akan melakukan aksi serupa hingga pemerintah menghentikan rencana program transmigrasi ke tanah Papua.
Beberapa jam kemudian, sejumlah legislator DPRD Sulsel menemui massa pengunjuk rasa. Mereka berjanji akan meneruskan pesan penolakan FSMP-PRP kepada pemerintah pusat.
Tulis Komentar