maritimdotid@gmail.com
ASPEKSINDO

KKP Tindaki Dua Kapal Keruk Asal Singapura Curi Pasir di Perairan RI

$rows[judul] Foto: Pulau Nipah, pulau terluar di Kepri. (ANTARA FOTO)

Batam - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan operasi dua kapal keruk berbendera Singapura di Perairan Batam, Kepulauan Riau. Kapal MV YC 6 dan MV ZS 9 diduga melakukan pengerukan serta pembuangan hasil kerukan tanpa izin resmi.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono alias Ipunk, meninjau proses penghentian dan pemeriksaan di dalam Kapal Pengawas (KP) Orca 03 saat kunjungan kerja ke Pulau Nipah, salah satu pulau terluar di Kepulauan Riau. Ia menegaskan bakal menindak tegas pelaku yang memanfaatkan pasir laut tanpa izin resmi.

“Ini bukti keseriusan kami, untuk menindak tegas para pelaku pemanfaatan pasir laut yang tidak sesuai ketentuan terlebih tidak memiliki dokumen perizinan yang sah. Para pelaku usaha diharapkan untuk tertib administrasi dan peraturan-peraturan yang berlaku. Agar masyarakat mampu merasakan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan,” ucap Ipunk dalam keterangan resmi, Jumat (11/10/2024).

Nakhoda Ungkap Sering bolak-balik Curi Pasir RI

Pemeriksaan terhadap MV YC 6 berukuran 8012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8559 GT mengungkap indikasi penambangan pasir laut ilegal di wilayah Indonesia tanpa mematuhi aturan yang berlaku. Nakhoda kapal mengaku sering masuk ke perairan Indonesia, bahkan mencapai sepuluh kali dalam sebulan.

“Menurut pengakuan Nakhoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran,” ujar dia.

Kapal penghisap pasir yang terdeteksi membawa 16 Anak Buah Kapal (ABK) – terdiri dari 2 WNI, 1 warga Malaysia, dan 13 warga negara RRT – menghisap 10 ribu meter kubik pasir dalam waktu 9 jam, beroperasi selama tiga hari dalam satu perjalanan. Penangkapan kapal ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas ilegal di perairan Indonesia, di mana dalam sebulan, kapal tersebut bisa melakukan hingga 10 kali perjalanan, mencuri total 100.000 meter kubik pasir laut.

“Mereka menghisap pasir selama 9 jam mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama 3 hari dalam satu kali perjalanan. Kapal ini dalam satu bulan bisa 10 kali masuk ke sini. Artinya dalam satu bulan kapal ini mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” ungkap dia.

Ipunk menekankan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut menjadi landasan hukum penting untuk mengendalikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Tanggung jawab pemerintah dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut kini semakin mendesak di tengah ancaman kerusakan ekosistem.

“Untuk itu negara hadir menertibkan, sebagai komitmen untuk mewujudkan ekologi sebagai panglima agar pengelolaan sumber daya kelautan ini bisa lestari dan sesuai peraturan. Kalau laut ini dikelola dengan baik, pemerintah bisa memastikan semuanya sesuai dengan peraturan yang ada, namun jika tidak sesuai, maka kami akan tertibkan,” beber dia.

Ipunk menegaskan bahwa PSDKP bakal intens memantau dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal di perairan lainnya. Langkah ini sejalan dengan Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 yang mewajibkan setiap pemanfaatan ruang perairan pesisir memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.

“Disini KKP hadir melakukan penertiban. Harapan kami dapat tetap tertib. Dengan pola pemerintah turun langsung untuk memastikan bahwa aturan yang ada bisa dilaksanakan oleh pelaku usaha dan teman-teman pemerintah daerah,” tandas dia.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)