maritimdotid@gmail.com
ASPEKSINDO

Kepala DLH Bantaeng Bicara Soal Inovasi Yang Tepat Atasi Overload Sampah di TPA Bissappu

$rows[judul] Foto: Kondisi sampah di TPA Bissappu. (Agus Umar Dani/Maritim.news)

Bantaeng - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantaeng Nasir Awing menyebut tempat pembuangan akhir (TPA) di Kecamatan Bissappu telah melampaui kapasitas alias overload. Cara mengatasinya hanya dua opsi, yakni relokasi TPA dan menghadirkan teknologi pengelolah sampah.


Pernyataan itu disampaikan Nasir saat hadir sebagai narasumber studi tokoh lingkungan hidup oleh peserta pengkaderan Taruna Melati (TM) 2 Pimpinan Daerah IPM Bantaeng. Kegiatan itu berlangsung pada Jumat, 24 Mei 2024 di Hutan Kota Borong Lompoa, Kecamatan Bissappu, Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel).




"Saya bisa katakan TPA Bissappu itu sudah overload, cuman saat ini kita sedang mengupayakan agar tumpukan sampah tidak terlalu tinggi dan menyeberang ke lahan lain. Disisi lain, saya berupaya dengan teman-teman bagaimana supaya segera diadakan lokasi TPA yang baru," ucap Nasir usai kegiatan kepada Maritim.news.


"Saya selalu sampaikan ke teman-teman pimpinan bahwa inovasi terbaik kalau soal sampah di Bantaeng adalah teknologi," tambahnya.


Ia lalu bercerita soal lalu lintas angkutan sampah di Bantaeng setiap harinya. Sejak menjabat sebagai Kadis, Nasir mengakui jika angkutan sampah itu hanya bekerja di kawasan perkotaan.


"Area layanan kami di Bantaeng itu biasa dalam sehari terkumpul 26-27 ton dalam sehari. Jadi kita selama ini melayani pengumpulan sampah itu batas di timur cuman di BPBD dan batas di barat itu sampai di rest area, perbatasan Bantaeng, itupun yang dilayani hanya di sepanjang jalan," ungkapnya.


Meski demikian, Nasir tak menampik kewajibannya mengangkut sampah rumah tangga berlaku di semua kecamatan. Hanya saja, kata dia, infrastruktur pihaknya tak memadai untuk itu.


"Kalau di dalam kota, tidak semua kelurahan juga dapat pelayanan pengangkutan sampah, ini soal keterbatasan. Sebenarnya kalau mengacu ke kewajiban kami, semua harus dilayani. Tapi kan ini soal sarana dan prasarana serta operasional, itulah hambatan kami untuk mengakses semua wilayah," ucapnya.


Selain itu, Nasir menyebut TPA Bissappu pertama kali dioperasikan saat Presiden Soeharto masih menjabat. Karenanya, ia tak heran jika tumpukan sampah di tempat itu telah melewati batas maksimal.


"Di TPA Bissappu itu luasnya 2,6 hektar, tapi wilayah kita itu yang khusus tempat pembuangan sampah cuman satu hektar. Lahan itu sudah digunakan sejak tahun 1997," ujarnya.


Warga Sekitar TPA Mengeluh


Ragam permasalahan di TPA Bissappu juga telah memicu reaksi warga setempat. Meski demikian, sebagai pemerintah, Nasir menyebutnya keluhan warga ia terima sebagai sumber inspirasi dalam memperbaiki masalah yang ada.


"Sudah banyak keluhan warga, tapi kita terima saja itu sebagai bentuk kritikan, kami menyadari itu tanggung jawab pemerintah, bukan hanya dinas terkait tapi pemerintah daerah secara keseluruhan," bebernya.


Ia sendiri mengaku sangat ingin membenahi semua persoalan dalam waktu singkat. Namun, keterbatasan kebijakan pihaknya disebut sebagai kendala utama. 


"Cuman kewenangan yang kami punya itu terbatas dalam melakukan pembenahan, posisi kami di DLH itu hanya penerima manfaat atau pengguna manfaat," kata Nasir.


DLH Pernah Studi Banding


Sebelumnya, Nasir dan kolega juga telah melakukan studi banding di beberapa tempat. Harapannya, informasi dan inovasi yang ia peroleh bisa diterapkan dalam menangani masalah sampah di Bantaeng.


"Saya sudah pernah ke Cilegon dan mengajak beberapa camat. Di Sana itu mereka sudah menggunakan teknologi dalam mengelola sampah, bahkan sampah itu menjadi alternatif pengganti batu bara," katanya.


Hambatannya, kata dia, anggaran yang disiapkan pemerintah untuk menangani hal demikian terbilang sangat kecil. Sehingga, kata Nasir, tak ada kemungkinan untuk membangun teknologi pengelola sampah.


"Persoalannya, selain teknologinya membutuhkan anggaran yang mahal, kisaran tiga miliar, lokasinya juga tidak strategis karena teknologi yang dibangun itu modelnya proses daur ulang, jadi harus lokasi baru," tambah Nasir.


Karena itu, ia berharap agar masyarakat Bantaeng yang sering menyetor sampah untuk memilah jenisnya. Nasir meminta warga agar sampah-sampah organik cukup dijadikan kompos di sekitaran rumah masing-masing.


"Sebenarnya kesadaran masyarakat kita masih terbilang rendah sehingga volume sampah semakin tinggi. Makanya dalam waktu dekat kami akan sosialisasi," tandas dia.


Informasi demikian lalu ditindaklanjuti oleh tim. Kisaran pukul 14.00 (24/5) tim bertandang ke TPA Bissapu.


Sekitar 200 meter dari TPA, bau tak sedap sudah tercium. Penampakan sampah di tempat itu juga membumbung hingga tujuh meter.


Selain itu, nampak dua alat pengeruk tersedia di TPA. Usut punya usut, ternyata alat pengeruk berupa ekskavator itu dalam kondisi perbaikan.


"Kita disini punya dua mesin pengeruk, hanya saja ekskavator ini rusak, sudah sebulan," kata petugas di lokasi, Daeng Pandang.




Di gerbang TPA, terdapat alat timbangan sampah yang tak difungsikan. Alat itu disebut Daeng Pandang mengalami kerusakan beberapa waktu lalu.


"Jadi kalau truk sampah masuk, itu sisa dicatat manual, tidak lagi ditimbang," tutupnya.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)