Gowa - Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama jajaran Polres Gowa mengungkap sindikat memproduksi uang palsu di dalam kampus II Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) di Gowa. Jumlah tersangka dalam kasus tersebut bertambah menjadi 17 orang.
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono mengatakan, para tersangka memiliki peran yang berbeda-beda dalam peredaran uang palsu tersebut. Namun saat ini masih ada tiga daftar dalam pencarian orang (DPO).
"Setelah kita lakukan penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, ada enam saksi. Tersangka kita tangkap ada 17 orang. Ini akan bertambah, ada juga DPO. DPO ini kami akan tangkap juga," kata Yudhiawan saat konferensi pers di Polres Gowa, Kamis (19/12/2024).
Mereka adalah AI, MN, KA, IR , NS, JBP, AA, SAR, SU, AK, IL, SM. Kemudian, MS, SR, SW, MM dan RM.
Ia juga mengungkap sindikat pemalsuan uang dengan menyita 98 jenis alat bukti, termasuk mesin dan tinta cetak uang serta mata uang asing. Selain itu, ditemukan lembaran deposit Bank Indonesia dan surat berharga negara palsu senilai ratusan triliun rupiah.
"Yang menarik, ada barang bukti yang nilainya triliun. Semacam kertas (yang nilainya triliunan)," ujar dia.
Dari hasil temuan, Polisi mengamankan ribuan lembar uang palsu dalam penggerebekan jaringan pemalsu mata uang di sebuah lokasi. Barang bukti yang disita meliputi 4.550 lembar pecahan Rp100 ribu emisi 2015, enam lembar Rp100 ribu emisi 1999, 234 lembar pecahan Rp100 ribu yang belum terpotong, satu lembar mata uang Korea 5.000 won, dan 1.000 lembar rupiah emisi 1964.
"Ada 1 lembar kertas fotocopy deposit dari Bank Indonesia. Nilainya Rp45 triliun, juga ada 1 lembar kertas surat berharga negara senilai Rp700 triliun," terang dia.
Diketahui pelaku membeli mesin tersebut di Surabaya, Jawa Timur yang dipesan langsung dari China. Mesin tersebut dibeli dengan harga Rp600 juta.
Kasus Direncanakan Sejak 2010, Pelaku Sempat Gagal Maju Pilwalkot
Yudhiawan mengungkapkan, hasil interogasi menunjukkan bahwa rencana ini telah disusun sejak 2010. Pada 2011-2012, salah satu pelaku bahkan berencana mencalonkan diri sebagai Wali Kota Makassar, namun gagal memperoleh dukungan.
"Yang menarik, ide ini sudah direncanakan sejak 2 Juni 2010 kemudian berlanjut di tahun 2011-2012, pelaku AI (Andi Ibrahim) sempat berencana untuk mencalonkan diri menjadi Calon Wali Kota Makassar tapi tidak mendapat kursi atau dukungan," ucap Yudhiawan.
Selanjutnya, pada tahun 2022, pelaku mulai melancarkan aksinya dengan memanfaatkan alat cetak dan kertas khusus. Barang tersebut dipesan langsung dari China untuk mendukung tindakannya.
"Lalu, pada Juni 2022 kembali direncanakan untuk pembuatan. Juli 2022 direncanakan dan dipelajari lagi, uang kertasnya diimpor dibeli dari China," jelas dia.
Baru pada Mei 2024, mereka mulai berani memproduksi hasil karyanya. Menurut Yudhiawan, para pelaku sempat bertemu dan bekerja sama dalam proses produksi pada Juni.
"Uang itu kemudian diviralkan dan ditawarkan lewat grup Whatsapp," imbuh dia.
Pada September 2024, MN berkoordinasi dengan Andi Ibrahim untuk mengangkut peralatan di kampus UINAM. Setelah dicetak, uang palsu senilai Rp40 juta ditemukan rusak dan kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar.
Pada pekan kedua November 2024, uang palsu hasil cetakan itu telah didistribusikan ke pelaku lain sebesar Rp150 juta dan Rp250 juta, sementara Rp200 juta diserahkan sebelum penangkapan.
"Mereka sempat tahu kalau polisi melakukan penyelidikan di akhir November 2024," beber dia.
Dua Oknum Karyawan Bank Terlibat Sindikat Uang Palsu di UINAM
Dua dari 17 tersangka sindikat peredaran uang palsu di UINAM menyeret oknum karyawan bank. Keduanya diketahui bekerja di dua bank BUMN yang berbeda dan terlibat dalam jaringan tersebut.
"Dari 17 tersangka, 2 diantaranya oknum dari bank BUMN Indonesia," kata Kapolres Gowa AKBP Reonald.T Simanjuntak, Kamis (19/12).
Kedua tersangka tersebut berinisial IR (37) dan AK (50). Reonald menjelaskan keduanya berperan sebagai pembeli, penjual, serta pengguna uang palsu tersebut.
"Dia pokoknya masuk dalam perannya transaksi jual beli uang palsu. Dia juga gunakan, dia juga menjual, dia juga membeli," ungkap dia.
Lebih lanjut, Reonald enggan menyebutkan nama bank yang dimaksud, karena menurutnya transaksi tersebut tidak terkait dengan tempat kerjanya. Ia menegaskan bahwa transaksi itu dilakukan di luar lingkungan kerja.
"Jadi kami tidak sebut banknya, karena tidak ada kaitannya. Transaksi ini di luar dari tempat mereka bekerja, jadi hanya statusnya saja," terang dia.
Atas perbuatannya, 17 tersangka dijerat Pasal 36 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan pasal 37 ayat 1 dan 2 UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Para pelaku terancam ancaman pidana paling lama 10 tahun hingga seumur hidup.
Tulis Komentar